askudra sakta

السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Sinopsis Buku Gajah Mada IV

Pada buku keempat serial Gajah Mada ini menceritakan tentang Gajah Mada yang telah naik pangkat menjadi Mahapatih dengan gelar Sang Mahamantrimukya Rakryan Ma Patih Mpu Mada. Cerita pada buku ini berlatar tahun 1357 Masehi.
Terdapat dua tokoh dalam novel ini. Pertama adalah Gajah Mada sendiri dan yang kedua adalah seorang pemuda bernama Rhisang Saniscara Patriawhura.
Awal cerita bermula dengan sebuah adegan dramatis Rhisang Saniscara Patriawhura yang memeluk Dyah Pitaloka Citraresmi yang telah mati bunuh diri.
Tahun 1357 kekuasaan Majapahit telah membentang seluas Nusantara. Dari ujung barat Swarnabhumi hingga Dompo di Sumbawa. Tetapi keberhasilan tersebut belum tuntas karena terdapat sebuah negara/kerajaan yang bahkan letaknya di Jawa sendiri belum menyatakan sikapnya bersatu dengan Majapahit. Negara tersebut adalah Sunda Galuh.
Berkali-kali Gajah Mada mengirim utusan ke Sunda Galuh untuk memastikan bergabung atau tidaknya Sunda Galuh dengan Majapahit. Namun berkali-kali pula Sunda Galuh menyatakan sikapnya, tidak menerima penjajahan Majapahit. Akhirnya Gajah Mada memutuskan untuk menggempur Sunda Galuh selayaknya ia menggempur Dompo di Sumbawa. Namun keputusan itu ditentang keras oleh Ibunda Hayam Wuruk Sri Gitarja Tribuanatunggadewi Jayawisnuwardani dengan alasan bahwa Sunda Galuh masih berkerabat dengan Majapahit. Leluhur Hayam Wuruk adalah orang Sunda.
Pada tahun yang sama, Hayam Wuruk bermaksud menyunting putri raja Sunda Galuh untuk dijadikan permaisuri. Maka dikirimlah utusan ke Sunda Galuh untuk menyampaikan niat tersebut. Kunjungan tersebut ternyata dimanfaatkan oleh Gajah Mada untuk sekaligus menyampaikan ultimatum penyatuan Sunda Galuh dengan Majapahit. Utusan Gajah Mada adalah Kanuruhan Gajah Enggon dan para Arya.
Disisi lain, ternyata diam-diam putri Sunda Galuh, Dyah Pitaloka Ratna Citraresmi telah menjalin hubungan dengan seorang pemuda bernama Rhisang Saniscara Patriawhura. Ia adalah seorang pemuda yang asal usulnya tidak jelas. Pitaloka bertemu dengan Rhisang Saniscara Patriawhura pertama kali di tepi Telaga, ketika itu Saniscara sedang melukis wajahnya.
Hubungan tersebut tidak diketahui oleh keluarga kerajaan Sunda Galuh, sehingga ketika utusan dari Majapahit datang melamar Pitaloka, permintaan tersebut langsung diterima. Pitaloka sebenarnya lebih memendam cintanya kepada Saniscara dibandingkan raja Majapahit, Hayam Wuruk. Namun Pitaloka tidak mempunyai pilihan pada saat itu. Oleh karena itu beberapa hari sebelum ia berangkat ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahannya, Pitaloka menyempatkan diri untuk bertemu dengan Saniscara di bangsal Pustaka Istana Surawisesa.
Dalam prosesi lamaran itu, para Arya yang diutus Gajah Mada untuk menyampaikan pesan Gajah Mada menafsirkan dengan berlebihan. Mereka mengancam Linggabuana untuk tunduk dengan Majapahit. Namun ternyata Linggabuana telah mengangkat Dyah Pitaloka menjadi Prabu Putri dan semua keputusan berkaitan dengan menyatu atau tidaknya Sunda Galuh berada di tangan Dyah Pitaloka.
Ketika rombongan bersiap berangkat menuju Majapahit, Hayam Wuruk telah mempersiapkan prosesi penyambutan. Namun beberapa hari kemudian Hayam Wuruk mendapatkan kabar bahwa keberangkatan rombongan Sunda Galuh ditunda selama seminggu. Prosesi penyambutanpun ditunda.
Betapa terkejutnya Hayam Wuruk ketika mengetahui bahwa rombongan Sunda Galuh telah tiba sementara persiapan penyambutan belum selesai. Gajah Mada marah karena mendapatkan berita bohong dari Arya yang mengatakan kunjungan ditunda selama seminggu.
Kesalahpahaman yang terjadi membuat kondisi semakin panas ketika para Arya terlihat mengacung-acungkan pedang ke arah prajurit Sunda Galuh. Para prajurit Sunda Galuh menganggap itu adalah isyarat perang, maka bentrokan tak seimbangpun terjadi di lapangan Bubat tersebut. Terjadilah perang yang dikenang sepanjang sejarah, Perang Bubat pada tahun 1357 masehi.

0 komentar:

Posting Komentar